Sunday, 25 June 2017

Usaha Mendidik Nafsu

Manusia yang terdiri dari fizikal, akal dan roh. Membangunkan hati, roh atau jiwa adalah rumit. Ia dilakukan dengan menanamkan iman dihati. Kita kena mengenal diri sendiri melalui rasa hati. Kita kena berusaha mendidik nafsu Ammarah dengan mensucikan fitrah kita. Kita kena buat berbagai-bagai latihan hati atau bermujahadah dengan tujuan untuk membuang segala sifat-sifat mazmumah dan keji dari hati kita seperti riyak, cinta dunia, bakhil, pemarah dan sebagainya. Kita mengisikannya dengan segala sifat-sifat mahmudah dan terpuji seperti tawakal, pemurah, rendah diri, pemaaf dan lain-lain. Membangunkan atau mendidik nafsu pula lagi-lagilah payah. Ia ialah dengan membuat latihan atau riadhah nafsu. Nafsu terbahagi kepada tujuh peringkat. Kita kenalah berusaha meningkatkannya. Nafsu peringkat Ammarah dan Lawwamah masih dianggap jahat dan belum selamat dari api Neraka.  

1. Ammarah. 2.Lawwamah 3. Mulhamah 4. Mutmainnah 5. Radhiah 6. Mardhiah 7. Kamilah.

Latihan atau riadhah nafsu ini bukanlah satu perkara yang mudah untuk dilakukan. Kita perlu guru murshid yang bertaqwa untuk memandu kita. Jelas bahawa membina dan membangunkan insan ini bukan perkara main-main. Ia satu usaha yang serius dan memerlukan satu bentuk kemahuan dan komitmen yang tinggi. Ia bukan setakat berkumpul dalam satu kem untuk beberapa hari, bergaul leaki perempuan, muda dan mudi, mandi sungai, meredah hutan, gotong royong, berkayak, bermain berbagai bentuk permainan, berkawad dan perkara-perkara yang seperti itu. Kalau tidak kena caranya, ini semua bukan akan membina insan tetapi akan merosakkannya.

Orang roh orang yang berjuang melawan nafsu dia akan berhempas pulas, mujahadah. Dia perah betul-betul tenaga yang ada dalam dirinya, baik tenaga fizikal, perah otak dan menekan jiwanya untuk menumpaskan nafsu. Pembangunan insan bukan perkara yang boleh dibuat secara berkala. Ia sebahagian dari hidup. Ia mesti menjadi program hidup. Ia mesti berjalan secara berterusan tanpa henti dan rehat. Kalau rehat insaniah manusia akan rosak semula kerana dicemari oleh nafsu, syaitan, manusia dan dunia.

Orang roh adalah orang yang berjuang bersungguh-sungguh melawan hawa nafsu yang ada dalam diri. Itulah jihad melawan nafsu. Orang yang relakan diri di tawan oleh nafsu sebenarnya telah bertuhankan nafsu. Ada orang yang bertuhankan nafsu, suatu perbuatan syirik yang kebanyakan manusia tidak menyedarinya. Maksud firman Tuhan:“… Sesungguhnya nafsu (ammarah) cenderung kepada kejahatan …” (Yusuf, 12: 53). “Terangkanlah kepadaKu tentang orang-orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya, maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya. Atau apakah kamu mengira bahawa kebanyakan mereka itu mendengar dan memahami, mereka itu tidak lain hanyalah seperti binatang ternak bahkan mereka lebih sesat jalannya dari binatang ternak itu.” (Al-Furqan, 25: 43-44).

Di dalam membangunkan dan membina manusia, pelajaran dan pendidikan adalah perkara yang wajib. Namun di antara keduanya, pendidikan lebih penting dan perlu diutamakan dan didahulukan. Kunci bagi anak-anak kita ialah diddik dahulu dan kemudian baru ajar. Jadikanlah mereka baik dahulu sebelum menjadikan mereka pandai. Jadikan mereka berakhlak dahulu sebelum menjadikan mereka berilmu.

Mendidik nafsu adalah kerja yang berterusan sepanjang hayat. Sebab itu berusaha sungguh-sungguh mengenal nafsu dan mendidiknya satu jihad. Adalah wajib memerah tenaga yang ada pada diri kita ini baik tenaga lahir mahupun batin untuk melawan nafsu. Sesungguhnya nafsu sentiasa merosakkan kita. Kalau kita sebagai orang Islam yang ada cita-cita Islam tentulah hendak menegakkan Islam. Dalam Islam berjuang melawan hawa nafsu adalah suatu yang telah di tuntut oleh Allah. Ertinya kita tidak boleh buat sambil lewa. Ia mestilah suatu usaha yang berterusan. Bagaimana fizikal kita sibuk untuk mencapai kemahuan dunia, sudah tentulah kita sentiasa berusaha dan memikirkan bagaimana kita tidak di tawan dan di kuasai oleh nafsu.

Apa itu Nafsu ?

NAFSU, walaupun selalu mendapat cacian, namun selalu pula diikuti… Suatu hal yang sering dipandang cela oleh umat manusia… padahal Nafsu itu berasal kata dari Nafis (bahasa arab) yang bererti: Sesuatu yang berharga… Sesuatu yang bernilai istimewa…. Sesuatu yang senantiasa harus dijaga. Sungguh, Nafsu (diri / jiwa) seorang manusia sangatlah berharga… lebih mahal dari seluruh kekayaan dunia… Sayangnya, tak semua menyedarinya. Manusia tercipta, dan dapat hidup oleh dua kekuatan… Roh dan Jasad… Sumber Roh adalah langit… sementara Jasad bersumber dari bumi… Kerana Jasad terbuat dari bumi maka segala yang perlukan ada di bumi… beras, gandum, buah-buahan, tumbuh-tumbuhan, rempah-rempah, air… Jasad dapat hidup dengan bumi itu sendiri… dan akhirnya, Jasad pun kembali ke bumi… bersatu dengan sumbernya lagi.

Sedangkan Roh yang bersumber dari langit… ia pun mendapatkan segala yang ia diperlukan demi ketahanan hidupnya dari langit… bukan dari bumi… lalu akhirnya, ketika dua kekuatan itu berpisah… Jasad kembali ke bumi… sementara Roh… kembali ke langit. Jasad dapat dilihat, segala keperluannay pun dapat terlihat dan dikonsumsi secara zahir. Sedang Roh tak dapat dilihat maupun disentuh dengan indra apapun… maka… kebutuhan pokoknya pun tak dapat dilihat, namun dapat dikonsumsi dari sumbernya sendiri iaitu langit…

Ketika seorang bayi senyum sorang2 di usianya yang sangat-sangat muda, kita sering mengatakan bahawa mala’ikat sedang bermain dengannya, itu memang benar, sebab bayi tersebut masih suci… tak ada noda sedikitpun di kalbunya… jernih sejernih-jernihnya. Kerana kalbu/hatinya yang suci itu mengandung NAFSU… Nafsu itulah yang membuatnya mulia… ialah Nafsu Kamilah… ialah Nafsu Zakiyyah… ialah Fitrah.

Sebuah titisan dari sinaran cahaya Rasul saw. yang dibawa oleh seluruh manusia yang lahir di muka bumi ini… “Kullu mauludin yuladu alal-fithrah” Setiap manusia lahir dengan membawa cercahan cahaya Rasul saw. dalam hatinya (Fithrah), iaitu Nafsu Zakiyyah atau Nafsu Kamilah… ialah agama islam yang semurni-murninya. Allah swt. berfirman: “Wa’lamu anna fikum Rasulallah” Ketahulilah bahwa dalam dirimu itu ada Rasulullah [Utusan Allah]… ialah Fitrah tersebut.

Oleh itu maka kita diperingatkan dengan hari ulang tahun tiap-tiap manusia, hakikatnya adalah memperingati lahirnya Fithrah itu… lahirnya cahaya Rasul itu… dengan harapan moga-moga hati dapat suci kembali… dan moga-moga yang kafir dapat menjadi muslim kembali. Bila seorang bayi mati dalam keadaan suci maka syurga lah tempat tinggalnya.

Namun setelah dipengaruhi oleh agama dan didikan keluarga maupun lingkungannya, mulailah Nafsu Kamilah itu ternodai sedikit demi sedikit… Bila ia ternyata menganut agama lain selain agama islam… kalbunya menjadi hitam nan gelap gelita, bila mati dalam keadaan kafir maka janji Allah ia di neraka selama-lamanya…

Akan tetapi bila ia masih bertahan dalam agama islam namun prilaku jahat, hatinya pun penuh noda, bila ia mati dalam keadaan sekotor itu maka perjalanan menjadi panjang dan penuh rintangan serta hambatan… menuju syurga.

Setelah berumur sekian tahun… setelah baligh dan berakal… setelah mendapat didikan (baik ataupun buruk) dari orang tua, keluarga, pergaulan maupun lingkungan, maka mala’ikat Atid pun turun mengerjakan tugas, manusia muslim itu telah baligh dan mulai tecatat amal baik dan kesalahannya…

Selama ia masih muslim, maka malaikat Atid tetap mengawasi dan menulis, namun jika keluar dari islam, malaikat Atid pun segera menutup buku dan pulang ke kampung halamannya di langit, sebab manusia itu tak perlu diawasi lagi kerana apa pun ia lakukan, ia pasti ke neraka tanpa hisab.

Sama halnya dengan seorang Nabi dan Wali, tak ada mala’ikat Atid yang mengawasi dan mencatat amalnya kerana pasti ke syurga tanpa hisab (tanpa perhitungan pahala dan dosa). Seorang anak muslim yang telah besar dan mulai berbuat kesalahan, kemudian terbiasa melakukannya… Nafsu Kamilah-nya mulai ternodai… “Innal-abda idza adznaba dzanban kanat nuqtatun sauda’ fi qalbih fa in taba minha shaqula qalbuh wa in zada zadat”.

Mulailah Nafsu Kamilah tertutup oleh nafsu yang lain, nafsu baru yang kotor dan mengotori… ialah Nafsu Mardliyyah…

Bila kesalahan masih terus dilakukan, maka terbentuklah nafsu berikutnya; Nafsu Radliyah.

Kemudian muncullah nafsu kotor berikutnya yang semakin melapisi Fithrah manusia… yaitu Nafsu Muthma’innah… nafsu yang tenang oleh amal perbuatannya (ujub), padahal ia sudah menjauh dari Tuhannya… “Ya ayyatuhannafsul-muthma’innah irji’i ila Rabbiki” Wahai Nafsu Muthma’innah, kembalilah ke Tuhanmu…

Perintah “Kembalilah” tentu ditujukan kepada yang jauh… yang berpaling… yang membelot… yang telah menodai fithrahnya sendiri… Wahai manusia yang bernafsu Muthma’innah… wahai manusia yang menjauh dari Allah dengan nafsu Muthma’innah… kembalilah ke Tuhanmu… janganlah menjauh… dekatkanlah… musnahkan nafsumu itu! Maksiat masih saja dikerjakan… terbentuklah nafsu baru yang lebih parah… Nafsu Kamilah pun semakin tertutupi… hamba semakin menjauh lagi dari Tuhannya… ialah Nafsu Mulhamah… nafsu yang selalu bingung oleh dua pilihan… antara ketaqwaan dan kekejian… “Wa nafsin wama sawwaha fa alhamaha fujuraha wa taqwaha”.

Muncullah nafsu berikutnya… Nafsu Lawwamah “La uqsimu binnafsillawwamah”… nafsu yang senantiasa mendorong manusia berbuat dosa, setelah berbuat, nafsu itu pun menyesal, tak lama kemudian ingat bahwa Tuhan maha pengampun, akhirnya hendak berbuat lagi, kemudian menyesal lagi, lalu merasa bersalah, kemudian ingat bahwa Tuhan sangat penyayang, akhirnya terdorong untuk berbuat lagi… begitu seterusnya tanpa henti.

Tibalah nafsu terangkuh dan terbusuk… nafsu yang serba keji dan kotor… Nafsu Ammarah bissu’… raja nafsu yang selalu memerintah manusia… Lakukanlah, lakukanlah… jangan ragu-ragu… lakukan saja… berbohonglah… berzinalah… membunuhlah… mencurilah… dan seterusnya… “Innannafsa la’ammaratun bissu’”. Nafsu-nafsu itulah yang telah merosak prilaku manusia sehingga Fithrah menjadi terselimuti oleh kegelapan noda-noda nafsu busuk yang telah memusnahkan segalanya.
Sayangnya… manusia sendiri lah yang mendatangkan nafsu-nafsu itu… dengan kebiasaannya melakukan hal-hal yang tidak baik.

Setelah nafsu-nafsu itu menjadi tebal melekat di kalbu, maka muncullah syaitan untuk membuat tempat tinggal tetap bersama nafsu-nafsu itu.

Pada hakikatnya.. Syaitan amat takut dengan Nafsu Kamilah… namun kerana telah tertutupi oleh banyak nafsu kotor yang lain maka syaitan menjadi berani dan senang… kehadirannya pun membuat nafsu-nafsu itu semakin aktif bekerja dan Nafsu Kamilah semakin lenyap… tak menjelma lagi.

Nafsu-nafsu busuk yang mengotori kalbu itu dinamakan dalam al-Qur’an dengan Akinnah… “Waqalu qulubuna fi akinnah”. Disebut juga dalam al-Qur’an dengan Aqfal… “Afala yatadabbarunal-Qur’ana am ala qulubin aqfaluha”. Dinamakan pula dengan Ran… “Kalla bal rana ala qulubihim ma kanu yaksibun”. Disebut juga dengan Ghulf… “Waqalu qulubuna ghulf”. Disebut juga dengan Hujub… “Wa bainana wa bainaka hijab”. Sementara oleh baginda Rasul saw. nafsu-nafsu itu disebut dengan Shoda’ (karat)… dalam hadisnya “Inna hadzihil-quluba tashda’ kama yashda’ul-hadid”.

Manusia yang selalu tergoda oleh nafsu dan syaitan, ia tak dapat mangusir syaitan dari hatinya sebelum ia membunuh lebih dahulu nafsu-nafsu yang menyelimuti hati dan fithrahnya. Setelah nafsu-nafsu itu dibuang jauh-jauh dan hati kembali ke Fithrah, maka syaitan pun pergi dengan sendirinya… tidak berani mendekati cercahan cahaya Rasul yang suci itu.

Ibarat lalat yang mengelilingi kotoran dalam sebuah ruangan, bagaimanapun usaha kita mengusir lalat-lalat itu, ia takkan pergi sebelum kotoran itu disingkirkan dan dihapuskan lebih dahulu dari ruangan tersebut walaupun kita katakan bekas itu bersih... barulah lalat-lalat itu mencari tempat lain untuk bermain-main.

Sudah menjadi tabiat Syaitan suka tinggal dan bermain di kalbu-kalbu manusia yang penuh dengan nafsu-nafsu kotor… bilamana nafsu-nafsu itu telah sirna dan tinggallah Nafsu Kamilah saja, maka syaitan segera mencari tempat tinggal yang lain.

Syaitan janganlah selalu menuduhnya jahat… tapi…jangan lupa diri sendiri yang telah mengundang syaitan itu dengan membentuk nafsu-nafsu jahat dalam hati… “Wama ashabaka min syyi’atin famin nafsik” Apa yang kamu lakukan daripada kejahatan maka itu dari dirimu sendiri… dari nafsumu… bukan dari syaitan !

Bagaimana membunuh nafsu? Setiap yang rosak harus dibaiki… lagikan kereta yang rosakl harus pergi ke bengkel untuk dibaiki… lagikan kita sakit pergi merawat di hospital….yang membuat kondisi tubuh menjadi sakit harus pergi ke doktor untuk berubat… demikian pula yang membuat Fithrah menjadi tertutup dan terselimuti oleh banyak nafsu jahat, harus segera ke seorang wali mursyid..!!

Tentunya tanpa seorang guide takkan sukses. Allah telah mengutus seorang Wali Mursyid yang bertugas untuk membunuh nafsu-nafsu jahat yang ada dalam hati manusia… Allah telah memberikannnya kemampuan dan izin untuk menyelamatkan manusia dari segala kerugian di dunia dan akhirat… akan tetapi hanya untuk yang mahu saja… yang tak mau mengikuti Wali Mursyid maka syetan dan nafsu-nafsu tetap bersamanya.

Para Kiyai, Da’i, Guru dan penasihat hanya untuk pencegahan belaka… atau paling tidak meringankan rasa sakit… malah kadang juga menambah parah… kerana mereka pun masih sakit… Sedangkan para ulama’ yang lebih senang disebut dengan Auliya’ atau Wali Mursyid atau Warits Muhammadi… ia mampu untuk mengubati dan boleh mencegah datangnya penyakit lagi.

Contoh : Ada seorang pengembala kambing yang sedang berjalan beserta kambing-kambingnya melewati sebuah tanaman subur, hijau dan penuh tumbuhan segar… saat itu pun penggembala itu tertidur dan berselimut tebal (tujuh lapis)… kerana kambing-kambing itu kehilangan kontrol dari sang penggembala… maka larilah kambing-kambing itu menghabisi tanaman yang ada di sekitar (milik orang lain)… sang penggembala masih tertidur… datanglah sejumlah orang untuk mengamankan suasana… dan berusaha mengembalikan kambing-kambing itu ke jalan (yang lurus)… namun ternyata tak mampu… justeru terus merosak tanaman… Setiap mengembalikan atau menghalang satu kambing, kambing yang lain masih dan kembali memakan tanaman itu… mereka itu datang memang berniat baik… namun ternyata gagal dan malah turut merosak saat mengejar dan menangkap…

Akhirnya… tibalah satu orang yang sangat arif mengatakan: Kalian sedang berbuat apa? Mereka lalu menjawab: Kami hendak mengembalikan kambing-kambing itu ke jalan [kononnya untuk menghalang kambing dari memakan tanaman tersebut] agar tidak merosak tanaman… Orang itu segera menegur: Bukan begitu caranya… ia pun segera mendatangi sang penggembala yang tidur itu dan melepas selimut-selimutnya satu-persatu sampai ia terbangun… bangunlah… lihat kambing-kambingmu itu pada keliaran… cepat kembalikan… Sang penggembala pun dengan spontan memanggil dan memberi isyarat… kambing-kambing itu lalu kumpul kembali dan melanjutkan perjalanan bersama pengawalan sang penggembala. Mudah saja…kan ! “Wayadlribullahul-amtsala linnas” Allah selalu memberi contoh kepada umat manusia agar mereka cepat faham.

Lalu apa maksud dari cerita (contoh) di atas? Penggembala itu adalah hati… kambing-kambing itu adalah seluruh anggota tubuh manusia… apabila hati bangun dan segar (dalam keadaan baik) maka seluruh anggota tubuh-pun terkontrol dengan sempurna… namun bila hati tertidur dan tertutup oleh selimut-selimut tebal (nafsu-nafsu) maka seluruh anggota (tangan, lidah, kaki, mata, telinga, kemaluan dan perut) akan sembarangan berbuat.

Orang-orang yang mengejar dan berusaha menangkap kambing-kambing itu untuk kembali ke jalan adalah para Kiyai dan Da’i-Da’i yang hanya berbicara kesana kemari mengkhitab anggota tubuh… niat memanglah baik… namun cara menunjuki umat ke jalan yang benar masih kurang tepat… sayangnya… para Kiyai dan Da’i malah ikut merosak dan mencemarkan suasana hati. Adapun seorang arif tadi adalah si wali mursyid… si pewaris Rasul saw. yang menunjuki umat dengan cara yang sangat tepat… mengetuk hati… membangun nurani… tak perduli dengan zahirnya yang terjadi… cukup dengan melepaskan kalbu dari nafsu-nafsu yang menyelimuti… lalu menyegarkan mata hati… semua pun akan segera beres..!!

Contoh dan uraian di atas persis seperti kandungan hadits Rasulullah saw. yang berbunyi sebagai berikut :

” إن الحلال بين والحرام بين وبينهما أمور مشتبهات لا يعلمهن كثير من الناس فمن اتقى الشبهات فقد استبرأ لدينه وعرضه ومن وقع في الشبهات فقد وقع في الحرام كالراعي يرعى حول الحمى يوشك أن يرتع فيه ألا وإن لكل ملك حمى ألا وإن حمى الله محارمه ألا وإن في الجسد مضغة إذا صلحت صلح الجسد كله وإذا فسدت فسد الجسد كله ألا وهي القلب “

Inti dari semuanya adalah : Hati yang telah kotor oleh nafsu-nafsu, tak dapat dijernihkan kembali kecuali dengan mengikuti seorang spesialis qolbu… iaitu seorang wali mursyid yang mewarisi Rasul saw. Memanglah Allah swt. adalah penunjuk jalan dan pemberi hidayah yang utama kerana Ia berfirman: “Qul innal-huda hudallah yahdi man yasya’”… namun di sisi lain… Allah juga menegaskan bahwa baginda Rasul pun dapat memberi hidayah dengan firman-Nya: “Wa innaka latahdi ila shirathin mustaqim”… selanjutnya Allah pun mengutus para pewaris Rasul yang juga diberi restu oleh-Nya untuk memberi hidayah “Likulli qaumin had”…

Dari itu Allah swt. berfirman: “Wa lillahil-izzatu wa lirasulihi wa lil-mu’minin”… Allah juga berfirman: “Wa quli’malu fasayarallahu amalakum wa Rasuluhu wal-mu’minun”. Kewajiban kita adalah mengikuti seorang wali mursyid, yang secara otomatis menandakan taat kepada Allah dan Rasul-Nya saw.

Setelah melalui proses penjernihan hati dengan ittiba’ kepada wali mursyid… maka Nafsu Kamilah kembali menyinari jiwa manusia… lepas dari nafsu-nafsu yang jahat tadi… Awalnya dengan membunuh Nafsu Ammarah bissu’… kemudian Nafsu Lawwamah… Nafsu Mulhamah… kemudian Nafsu Muthma’innah… di saat itu ia merasa diri telah bersih dan dekat dengan Tuhan… padahal masih jauh… karenanya Allah memanggil :

” يا أيتها النفس المطمئنة ارجعي إلى ربك راضية مرضية فادخلي في عبادي “

Wahai Nafsu Muthma’innah… kembalilah ke Tuhanmu… janganlah menjauh… mendekatlah… kembalilah ke Nafsu Radliyah… kemudian kembalilah ke Nafsu Mardliyyah… setelah itu kembalilah ke Nafsu Kamilah lalu “Fadkhuli fi ibadi”

Bergabunglah bersama para hamba-Ku… hamba-hamba yang aman dari godaan syaitan… “Inna ibadi laisa laka alaihim sulthan” Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak dapat ditaklukkan oleh syaitan…

“La’aghwiyannahum ajma’in illa ibadaka minhumul-mukhlashin” Syaitan akan menggoda semua manusia… kecuali mereka para hamba Allah yang telah dijernihkan hatinya (oleh Allah dan Rasul-Nya melalui Wali Mursyid)… yang telah dijernihkan hatinya… bukan yang telah menjernihkan hatinya!

Setelah kembali suci dengan keutuhan Nafsu Kamilah, maka agar Fithrah tak ternodai lagi, wali mursyid segera melapisinya dengan tujuh sifat Allah; Ilmu, Qudrah, Iradah, Bashar, Sama’, Hayah dan Kalam… Dengan demikian jadilah ia seorang waliyyullah yang sah dan rasmi… kerana telah mencapai makna hadits yang berbunyi :

” فإذا أحببته كنت سمعه الذي يسمع به وبصره الذي يبصر به ويده التي يبطش بها ورجله التي يمشي بها وإن سألني لأعطينه ولئن استعاذني لأعيذنه “

“A’da a’da’il-mar’i nafsuhullati baina janbaih” Sejahat-jahat musuh manusia adalah nafsu-nafsunya itu sendiri. Semoga kita tetap ingat bahwa zaman ini adalah zaman jihad akbar… dan jihad akbar itu adalah jihad melawan dan membasmi hawa nafsu… semoga Allah dan Rasul-Nya mempertemukan kita dengan wali mursyid dan warits muhammadi zaman ini… sehingga hati ini segera terobati… amin.

Selamat Merenungi……..


Mengenal Hakikat Manusia

1. Aspek Lahir
2. Aspek Batin
3. PERANAN ROH, AKAL DAN NAFSU
4. Keajaiban Hati
5. Kategori Hati
6. Punca Hati Terhijab

Firman Allah SWT di dalam Al Quran: Maksudnya: “Sesungguhnya Kami telah menjadikan manusia itu sebaik-baik kejadian, kemudian Kami kem­ba­likan mereka kepada serendah-rendah taraf, kecuali orang-orang yang beriman dan yang beramal soleh, mereka men­dapat anugerah dari Tuhan tanpa putus-putus.” (At Tiin: 4-6)

Menurut ayat Al Quran di atas, Tuhan menjadikan manusia dengan sebaik-baik kejadian. Kejadian manusia tidak sama dengan kejadian makhluk-makhluk yang lain. Kejadian manusia sangat indah dan sangat cantik. Kecantikan dan keindahan di dalam kejadian manusia itu dapat dilihat pada dua aspek:
Aspek Lahir

Cuba kita lihat keindahan ciptaan Tuhan pada fizikal manusia, anggota yang sangat penting dan sensitif diletakkan di atas. Contohnya kepala, telinga, mulut dan mata diletakkan di bahagian atas anggota badan. Tidak seperti binatang, contohnya ular, kalau tersentuh najis, sudah tentulah mulut dan hidung yang terkena dahulu. Berbeza dengan manusia, kalau terlanggar atau tersentuh najis, kaki atau tangan manusia yang terkena dahulu. Ia tidak terus ke hidung, mulut atau mata. Begitulah indahnya ciptaan Tuhan pada diri manusia. Banyak lagi keindahan pada fizikal manusia itu kalau kita mahu mengkaji. Dari sudut yang lahir pun kita sudah dapat rasa cantiknya kejadian manusia itu.

Aspek Batin

Manusia juga mempunyai satu pakej yang sangat berperanan di dalam dirinya, iaitu akal, roh dan nafsunya. Ini bermaksud, di dalam diri manusia ada unsur malaikat, ada unsur haiwan dan ada unsur manusia.

Unsur haiwan di dalam manusia ialah nafsu yang peranannya adalah berkehendak. Kalau manusia tidak ada sifat berkehendak, manusia tidak akan maju. Umpama malaikat, oleh kerana tidak ada nafsu dan tidak ada kehendak, mereka tidak membangun. Walaupun akal dan ilmu banyak tetapi sekiranya manusia itu tidak ada sifat kehendak, manusia tidak akan maju dan tidak akan berubah. Sebab itu perlu ada unsur haiwan di dalam diri manusia. Tetapi manusia juga perlu kepada unsur malaikat iaitu akal yang berperanan menerima dan memproses ilmu dan mak­lumat serta merancang. Setiap kehendak manusia mesti diran­cang.

Sekiranya sifat kehendak tidak disertakan dengan ilmu dan perancangan, manusia akan melulu. Maka unsur haiwan dan unsur malaikat mesti ada bersama demi untuk kebaikan manusia. Ada satu lagi unsur yang tidak boleh diasingkan daripada kedua-dua unsur di atas, bahkan unsur ini lebih penting dan utama. Itulah dia unsur kemanusiaan iaitu roh. Roh adalah raja di dalam diri manusia. Roh yang akan mentadbir diri manusia itu sendiri. Ertinya nafsu dan akal mesti ditadbir oleh roh. Apabila manusia berkehendak dia mesti didasarkan oleh akal iaitu ilmu dan perancangan kemudian ditadbir pula oleh roh. Andai roh, akal dan nafsu berjalan seimbang, berjalan secara terdidik, kehidupan manusia akan jadi cantik. Tanpa roh, ilmu dan kehendak tidak akan berguna kerana tidak ada yang menggerakkan dan mentad­birnya dengan baik. Oleh itu, sebagai pendidik atau murabbi mesti faham hal-hal dan hakikat kejadian manusia.

PERANAN ROH, AKAL DAN NAFSU

Setiap unsur yang ada dalam diri manusia ada peranannya. Akal pe­ranannya mengkaji tentang ilmu, maklumat, menganalisa se­suatu dan disimpan dalam otak kemudian dikeluarkan. Peranan nafsu pula hanya berkehendak sahaja, sama ada kehendak yang baik atau jahat bahkan kehendaknya tidak ada batas dan tidak ber­­tepi. Sebab itu nafsu mesti dididik supaya dia hanya berkehen­dak kepada yang baik sahaja dan menolak yang sebaliknya. Nafsu kalau tidak dipimpin oleh roh, kehendaknya tidak ada batasan. Sekalipun apa yang dikehendakinya ada di puncak gunung yang tertinggi, atau ada di bawah dasar lautan yang terdalam atau di dalam hutan belantara yang tebal. Dia akan berusaha men­dapat­kannya dengan dibantu oleh akal.

Roh manusia yang dikatakan raja diri itu, selain berperanan sebagai pentadbir, di dalamnya juga ada perasaan. Perasaan-perasaan di dalam roh atau hati ini sangat ajaib kerana ia sentiasa berubah-ubah dalam keadaan kita tidak boleh mengawalnya. Kehendak nafsu masih boleh dikawal dan disekat, seperti nafsu berkehendak kepada sesuatu yang merbahaya, sekiranya akal sempat berfikir, kehendak tersebut boleh disekat. Tetapi perasaan-perasaan yang datang di dalam hati tidak boleh disekat.

Contohnya, kadang-kadang datang rasa gembira bila dapat apa yang kita hajatkan. Kadang-kadang datang rasa sedih, ada kalanya datang rasa marah bila melihat orang yang kita benci. Di waktu yang lain pula timbul rasa jijik atau geli bila melihat kekotoran yang ada cacing. Begitulah seterusnya perasaan-pe­rasaan lain yang sentiasa timbul silih berganti di dalam hati ma­nusia. Perasaan-perasaan tersebut datang secara spontan dan tidak ada yang sempat menyekatnya.

Perasaan-perasaan itu juga boleh hidup subur dan membesar. Perasaan marah misalnya boleh subur dengan cabaran-cabaran, caci maki orang atau sebagainya. Begitu juga perasaan sabar boleh subur dengan riadhah nafsiah dan mujahadah. Begitulah seterus­nya perasaan-perasaan yang lain.

Sesungguhnya akal, nafsu dan roh yang tidak terdidik menjadi­kan manusia itu lebih teruk dan lebih sesat keadaannya daripada binatang, sebagaimana yang Tuhan sifatkan di dalam Al Quran:
Maksudnya: “Mereka itu seperti binatang, bahkan mereka lebih sesat daripada binatang.” (Al A’raf: 179)

Binatang, walaupun kehendaknya tidak terbatas, tetapi kehen­daknya tidak dibantu oleh akal. Sebab itu binatang tidak pandai merancang kejahatan. Harimau contohnya, tidak pernah dan tidak pandai berfikir atau merancang strategi membunuh mangsa. Apa yang berlaku, harimau menerkam mangsa apabila terserempak, bukan hasil perancangan, dendam atau sebagainya. Kerana itu binatang walaupun kehendaknya tiada batasan, ia tidak begitu bahaya, sebab ia tidak pandai berfikir dan merancang.

Manakala manusia yang kehendak nafsunya juga tidak bertepi, apabila perasaan marah meluap-luap, akan timbul perasaan den­dam. Ketika itu akal yang tidak terdidik akan turut terpengaruh dengan kehendak nafsu, lalu membantu nafsu merancang dan menyusun strategi untuk membalas dendam. Pada waktu yang sama roh yang peranannya sebagai raja diri, oleh kerana tidak ter­didik, sanggup mengikut telunjuk nafsu dan akal lalu menga­rahkan seluruh anggota melakukan kehendak mereka. Akhirnya rosaklah manusia dan seterusnya dunia hancur dan ranap akibat perbuatan jahat manusia sendiri. Firman Allah dalam Al Quran:  Maksudnya: “Telah lahir kerosakan di daratan dan laut­an, hasil perbuatan tangan manusia sendiri.” (Ar Rum: 41)

Inilah realiti yang berlaku di dunia, bila manusia tidak terdidik, peranan binatang akan menjadi kuat dengan bantuan akal. Keadaan ini sangat bahaya kepada manusia.

Sekiranya ketiga-tiga unsur tersebut dididik dan dibentuk ke arah kebaikan, kehendak-kehendak nafsu yang baik didorong, perasaan-perasaan yang timbul pula didisiplinkan dengan akal yang telah terdidik, hati yang menjadi raja diri disuburkan dengan keimanan, ditanam rasa hamba dan rasa bertuhan, nanti akan terjadilah satu tamadun yang sangat selamat dan menyelamatkan. Ertinya tamadun yang sangat memberi manfaat kepada manusia di dunia bahkan di Akhirat mendapat keampunan dan rahmat dari Tuhan. Golongan manusia seperti ini Tuhan sudah menjanji­kan pada mereka ganjaran yang tiada batasnya.

Keajaiban Hati

Hati atau roh merupakan penciptaan yang ajaib di dalam diri kita. Di antara keajaiban hati ialah:

1. Hati atau roh boleh mentadbir kerajaan diri. Dengan bantuan nafsu dan akal, manusia boleh melahirkan tamadun.

2. Hati ibarat wadah tempat rebutan antara malaikat dan syaitan, hidayah dan kekufuran. Hati kalau tidak dididik, ia akan dipimpin oleh syaitan maka syaitan yang akan memberi ilham serta ilmu. Tetapi bila hati dididik, Tuhan yang akan me­mimpin dengan memberi ilmu dan hidayah melalui malai­kat sehingga perasaan yang baik-baik sahaja diletakkan di dalam hati.

3. Hati atau roh ibarat cermin. Hati yang tidak dididik dan di­­asuh akan menjadi gelap dan hitam. Sekiranya dididik, hati akan bercahaya dan bersinar seperti cermin yang sentiasa di­gilap. Cermin juga mudah menangkap apa sahaja objek yang ada di hadapannya. Ertinya, hati yang benar-benar ber­sih boleh menangkap apa-apa yang ada di Lauhul Mahfuz, ia akan diberi rasa-rasa yang tepat, hinggakan ada kalanya mendapat kasyaf, bisikan-bisikan yang benar, mendapat mimpi yang baik dan juga firasat, sebagaimana sabda baginda SAW: Maksudnya: “Takutilah kamu akan firasat orang mukmin, kerana mereka me­lihat dengan cahaya Allah.” (Riwayat At Tarmizi)

4. Hati yang bersih juga boleh mendapat ilmu terus dari Tuhan, kalau dia rasul atau nabi maka ilmu tersebut dinamakan wahyu. Bagi para wali atau orang-orang bertaqwa pula di­namakan ilham atau ilmu laduni. Ilmu ini bukan hasil belajar cara biasa tetapi ia terus dijatuhkan ke dalam hati. Ilmu yang diperolehi dengan hasil usaha biasa seperti membaca dan mengkaji, ia akan jatuh pada akal.

Inilah di antara keajaiban hati yang Tuhan jadikan dengan ciptaan yang sangat unik. Hanya orang-orang yang Allah pimpin dan pilih sahaja yang dapat membaca perjalanan hati yang cukup halus dan seni.

Kategori Hati

Peringkat-peringkat hati atau roh boleh dibahagikan kepada empat kategori:

Hati yang sangat bercahaya dan bersinar. Inilah hati atau roh para rasul dan nabi termasuk juga wali-wali Allah. Mereka ini bertaraf nafsu mutmainnah dan ke atas. Peringkat sinaran atau kilauan cahaya di antara mereka tidak sama mengikut peringkat masing-masing.
  
Hati yang cerah tetapi tidak berkilau. Inilah hati orang-orang soleh yang nafsunya bertaraf mulhamah.
  
Hati yang kabur ibarat cermin kabur yang tidak digilap. Ini adalah hati orang fasik atau zalim.
  
Hati yang gelap hitam. Inilah hati orang-orang kafir dan munafik.

Punca Hati Terhijab

Sebab-sebab hati menjadi hitam dan terhijab, antaranya:
  
Kerana dosa-dosa lahir, seperti makan makanan yang haram atau syubhat, melihat dan mendengar perkara-perkara yang diharamkan.
  
Nafsu yang tidak terdidik, penuh dengan mazmumah, seperti pemarah, hasad dengki, tamak dan lain-lain.
  
Setiap dosa-dosa yang dilakukan akan membentuk bintik-bintik hitam pada hati yang merupakan hijab. Inilah yang Allah gambarkan di dalam Al Quran:

Maksudnya: “Sebenarnya apa yang selalu mereka kerjakan itu (menjadi titik-titik hitam) yang menutup hati-hati mereka.” (Al Muthaffifin: 14)

Bintik-bintik hitam itu akan mula membentuk di dalam hati sejak mula baligh. Cuba gambarkan kalau sudah 30 tahun bintik-bintik hitam itu bertapak di hati kita. Ia sudah menebal dan susah untuk dikikis bersih. Kerana itu penjagaan terhadap kesucian hati perlu dibuat dari awal kelahiran lagi. Anak-anak mesti dijaga dan diasuh dari kecil lagi supaya hati mereka benar-benar bersih dan terjaga. Apabila dewasa nanti hatinya hanya perlu digilap sahaja. Bagi orang yang tidak menjaga hatinya dari kecil lagi, dan dia mula mendapat kesedaran untuk membersihkan hati sewaktu umur dewasa, dia terpaksa menempuh masa yang agak lama dalam operasi membersihkan hati. Ini kerana dia terpaksa menempuh dua tahap iaitu:

a. Dia mesti mengikis dan membersihkan hatinya dari bintik-bintik hitam atau kotoran dosa. Ini bukan suatu kerja yang mudah dan ia mesti melalui proses yang agak panjang.

a. Setelah mengikis dan membersihkan hati dari bintik-bintik hitam tersebut (dosa), hati mesti sentiasa digilap sehingga bersih bersinar.

Mereka kena berhempas pulas untuk dapat membersihkan hati. Sekiranya mereka mati sebelum berjaya hatinya dibersihkan, terserah kepada Allah SWT sama ada hendak diampunkan atau diazab, seperti firman Allah SWT:

Maksudnya: “Dia yang mengampunkan sesiapa yang dikehendaki-Nya dan mengazab siapa yang dikehendaki­Nya.” (Al Baqarah: 284)

Semoga atas dasar usaha yang sedang dilakukan dalam melak­sanakan niat baiknya untuk membaiki hatinya, ada nilaian dan pandangan serta pengampunan Allah SWT kepadanya.

Sebagai kesimpulan, para pemimpin dan murabbi yang terlibat di dalam mendidik manusia mesti memahami sungguh-sungguh tentang unsur-unsur yang ada di dalam diri manusia, supaya kaedah dan perlaksanaan yang dibawa di dalam pendidikan nanti tepat dan betul dengan cara yang Tuhan kehendaki. Sehingga manusia-manusia yang dididik itu benar-benar menjadi orang yang bertaqwa. Ertinya, dia dapat memainkan peranannya dengan sebaik-baiknya sebagai hamba Allah dan juga dapat bekerja sebagai khalifah Tuhan di muka bumi ini, sesuai dengan hasrat dan perintah Tuhan. Sehingga lahirlah hasil dari tangan-tangan mereka ini, manusia yang sangat berkasih sayang, bertolong bantu dan bertimbang rasa. Seterusnya akan lahirlah masyarakat yang aman damai dan mendapat keampunan Allah, sebagaimana yang Tuhan gambarkan melalui firman-Nya: Maksudnya: “Negara yang aman makmur dan men­dapat keampunan Tuhan.” (Saba’: 15)

Sajak

Hati Yang Celik Dan Hati Yang Buta

Hati seseorang yang celik, perasaannya tajam

Kerana tajamnya dia sangat halus perasaannya

Halus perasaannya itu kerana

rasa bertuhannya sangat tajam

Rasa bertuhannya dia bawa ke mana-mana

Kerana Tuhannya itu ada di mana-mana

tapi bukan di sini, bukan di sana

Hati yang celik, hati yang sentiasa jaga

Tuhan sentiasa di dalam ingatannya

Kalaupun ada lalainya sedikit sahaja

Apabila rasa bertuhannya tajam di dalam hatinya

Dia sentiasa malu membuat dosa

Sangat sensitif dengan kebaikan

Kebesaran Tuhan dapat dirasa setiap masa

Kehebatan-Nya menjadikan kecut dan takut hatinya

Kuasa Tuhan menggerunkannya

Dia sedar kuasa Tuhan tidak ada batasnya

Kerana Tuhan boleh membuat apa sahaja

kepadanya bila-bila masa

Hati yang celik terasa dilihat

oleh Tuhan di mana sahaja

Pada Tuhan tidak ada apa yang melindungi-Nya

Sentiasa terasa didengar, sentiasa diketahui

oleh-Nya di setiap detik dan masa

Hati yang jaga sentiasa khudhuk

dan khusyuk kepada Tuhannya

Menjadikan tawadhuk, hingga kebesaran

dan kesombongan diri hilang lenyap dibuatnya

Hati yang hidup apabila membuat dosa

derita jiwanya

Dia pun menyesal dan bertaubat

kepada Tuhannya dengan segera

Hati yang celik sangat tersentuh

apabila Tuhan disebut nama-Nya

Gerun hatinya, kecut perutnya

Apabila melihat orang susah rasa simpatinya

Sedih pun tiba, bantuan pun diberi kepadanya

Sangat berkasih sayang sesama manusia

Apatah lagi yang muslimnya

Hati yang hidup Akhirat sentiasa

di dalam ingatannya

Dia susah hati bagaimana nasibnya di sana

Apakah dia ke Syurga atau ke Neraka

Menjadikan hatinya hilang rasa cintakan dunia

Kerana itulah dia pun mengorbankan harta dan kesenangannya untuk Tuhannya

Begitulah sifat hati yang hidup atau yang jaga

Apakah hati kita jaga atau buta?

Jawapannya ada pada kita


Jika Nafsu Terdidik

Jika nafsu manusia terdidik, maka manusia akan lebih tinggi derajatnya dari Malaikat. Namun, jika manusia sudah kadung sombong, maka manusia bisa mengaku dirinya sebagai Tuhan. Hal itu seperti apa yang dilakukan Fir’aun.

Akal manusia dapat menggapai derajat yang tinggi, dan ketika akal manusia tidak berfungsi, maka manusia akan berada dipaling rendahnya derajat.

Manusia mempunyai akal untuk membedakan antara dirinya dengan binatang. Dengan akalnya, manusia mampu membedakan mana yang baik dan yang buruk. Dan dengan akal pula manusia derajatnya menjadi terangkat.

Dengan akal manusia dapat mendidik serta mengontrol hawa nafsunya agar menjadi hawa nafsu yang Mutma’innah, hawa nafsu yang mengantarkan manusia menjadi manusia yang baik.

Di zaman modern yang ditandai dengan majunya teknologi informasi dan komunikasi, menuntut manusia untuk selalu mengimbangi serta menyesuaikan diri dengan perkembangan tersebut.

Majunya teknologi jelasnya, membuat hidup manusia serba instan, seakan-akan apapun yang dibutuhkan manusia dapat terpenuhi dengan teknologi, terkadang manusia yang terlalu larut dengan kemajuan teknologi dan tidak bisa mengontol diri.

Akibatnya, ia menjadi manusia yang diatur oleh teknologi (menkultuskan teknologi). Seharusnya menjadi manusia yang mengatur teknologi. Ketika orang sudah diatur teknologi, lalu pertanyaannya dimana posisi akal yang selama ini menjadi pengendali serta pengontrol diri kita.

Orang yang berbuat maksiat itu berarti orang tersebut tidak punya rasa malu kepada Allah SWT.

Ketika manusia kehilangan akal sehat karna dorongan hawa nafsunya, maka manusia tersebut lebih jahat daripada binatang.

Manusia kalau sudah kadung sombong, maka manusia tersebut bisa mengaku dirinya sebagai Tuhan, seperti Fir’aun.

Sebaliknya jika nafsu manusia terdidik, maka manusia tersebut akan lebih tinggi derajatnya ketimbang Malaikat. Dengan akal manusia dapat menggapai derajat yang tinggi, dan ketika akal manusia tidak berfungsi, maka manusia akan berada dipaling rendahnya derajat.


Tingkat Tingkat Nafsu

Sampaikan Dariku Walaupun Satu Ayat
 

Nafsu itu memang ada dalam diri setiap diri manusia. Ia adalah anugerah daripada Allah SWT  dalam menangani kehidupan sebagai hamba Allah sebagaimana Allah mengurniakan akal untuk manusia berfikir dan merencana kehidupan.

Nafsu ini sememangnya ada dalam kita untuk kita menjalani aktiviti seperti makan, minum dan berkahwin. Cuma, yang menjadi kebimbangan adalah tingkat kawalan kita terhadap nafsu yang wujud dalam diri kita.

Nafsu ini sering terkait dengan perbuatan jahat sedangkan kita tahu sebenarnya nafsu ini mempunyai banyak tingkatnya. Sebagai manusia biasa kita sering leka sehingga terus melakukan kesilapan demi kesilapan. Oleh itu, amat baik kalau kita dapat memahami tingkat-tingkat nafsu agar kita sentiasa berusaha memperbaiki diri.

Firman Allah SWT yang bermaksud: “Bahkan sebenarnya telah diperhiaskan oleh iblis bagi orang-orang yang kafir itu akan kekufuran dan tipu daya mereka (terhadap Islam), dan mereka pula disekat oleh hawa nafsu mereka daripada menurut jalan yang benar. Dan (ingatlah) sesiapa yang disesatkan oleh Allah (dengan pilihannya yang salah) maka tidak ada sesiapapun yang dapat memberi hidayah petunjuk kepadanya.” (Ar-Ra’d 13:33)
Nafsu Ammarah

Nafsu yang mesti dikalahkan ialah nafsu ammarah, iaitu nafsu yang sangat jahat. Nafsu inilah yang mendorong manusia kepada kejahatan. Orang yang memiliki nafsu ini akan berasa bangga kerana dapat melakukan dosa. Bahkan berlumba-lumba dengan orang lain untuk menunjukkan siapa yang paling banyak berbuat maksiat. Allah SWT telah menyatakan tentang sifat nafsu ammarah itu kepada kita dalam firmanNya yang bermaksud:

“Sesungguhnya hawa nafsu sangat mengajak kepada kejahatan.” (Yusuf 12:53)

Nama ini diambil daripada ayat al-Quran yang menceritakan mengenai pengakuan Zulaikha (Imratulaziz) atas kesalahan dan kesediaannya membuat pengakuan yang Yusuf bersih daripada sebarang keburukan dan kesalahan.

Ia adalah nama bagi nafsu di tahap paling rendah. Diri di tahap ini disifatkan al-Quran sebagai yang menyuruh kepada keburukan dan kejahatan. Jika melakukan kebaikan sekalipun hanya sebagai topeng untuk kejahatan.

Maksudnya diri manusia dikuasai sepenuhnya oleh unsur kejahatan sehingga manusia menjadi hamba nafsu, bahkan menjadikan nafsu sebagai Tuhan yang ditaati.

Manusia yang memiliki akhlak serendah ini baginya nilai baik dan buruk tidak bermakna dan tidak penting.

Cuma yang penting baginya ialah yang dapat memenuhi kehendak nafsunya saja. Manusia yang sedemikian akan mendabik dada, kerana berbangga dengan kejahatan yang dilakukan.

Diri dalam peringkat terendah inilah yang diistilahkan oleh ahli kerohanian Islam sebagai ‘nafsu’.

Nafsu Lawwamah

Apabila nafsu Ammarah itu dapat dikalahkan, ia akan berubah kepada satu tahap yang bernama Lawwamah. Orang yang di peringkat ini sudah ada bunga kesedaran, keinsafan, dia sedar kejahatan itu berdosa dan kebaikan itu pahala, dia ingin berbuat baik, tetapi tidak tahan lama, waktu jatuh dalam kejahatan dia resah tidak tentu arah, walaupun dia puas dengan kejahatan tapi hati menderita dengan kejahatan. Rasa berat untuk keluar dari kejahatan. Ini peringkat orang yang baru dapat hidayah, baru insaf. Nafsu ammarah telah dapat diatasi.

 Allah SWT berfirman yang bermaksud: “Dan Aku bersumpah dengan “Nafsul Lawwaamah” (Bahawa kamu akan dibangkitkan sesudah mati)!” (Al-Qiaamah 75:2)

Ketika ini timbul perebutan antara nafsu dan akal. Nafsu mengajak kepada kejahatan, akal mengajak kepada kebaikan. Orang yang memiliki nafsu lawwamah belum dapat membuat keputusan untuk berbuat baik. Ia seperti daun lalang, ikut ke mana arah angin bertiup. Tidak ada kekuatan untuk meninggalkan maksiat, dia boleh melakukan kejahatan lagi sesudah ia berbuat baik. Kadang-kadang ke tempat ibadah, kadang-kadang ke tempat maksiat, hatinya selalu merintih kepada Allah bila tidak dapat melawan nafsu untuk membuat maksiat. Atau tidak dapat istiqamah dalam berbuat kebaikan.

Nafsu lawwamah inilah yang perlu dididik atau ditarbiyah. Peringkat ini perlu teruskan mujahadah, lawan nafsu. Tolak kehendak-kehendak yang jahat, yang disukai nafsu walaupun jiwa rasa menderita. Memanglah sakit, maklumlah melawan nafsu sama seperti melawan diri sendiri.

Nafsu lawwamah ini diatasi dengan menambah ilmu, khususnya ilmu fardhu ain. Dengan ilmu itu dapat menyuluh mana halal, mana yang haram, mana yang berpahala, mana yang berdosa. Mana jalan ke syurga, mana jalan ke neraka.

Bila sudah ada ilmu, sudah mula beramal sedikit-sedikit, nafsu mula terdidik, jadi baik sedikit dari sebelumnya. Nafsu yang agak baik ini dinamakan nafsu Mulhamah.

Nafsu Mulhamah

Dalam Al Quran, Allah ceritakan hal nafsu mulhamah dalam firmanNya yang bermaksud:

“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu, jalan kejahatan dan ketaqwaan.” (Asy-Syams 91:8)

Di peringkat ini rupanya baru nampak jalan untuk menuju Allah. Allah tunjukkan jalan. Ini cara Allah hendak jadikan seseorang itu baik.

“Maka sesiapa yang Allah kehendaki untuk memberi hidayah petunjuk kepadanya nescaya Ia melapangkan dadanya (membuka hatinya) untuk menerima Islam.” (Al-An’aam 6:125)

Bagaimana rasa hati orang yang memiliki nafsu mulhamah ini? Iaitu apabila hendak berbuat amal kebajikan terasa berat. Dalam keadaan bermujahadah dia berbuat kebaikan-kebaikan kerana sudah mulai takut kemurkaan Allah dan Neraka. Bila berhadapan dengan kemaksiatan, hatinya masih rindu dengan maksiat, tetapi hatinya dapat melawan dengan mengenangkan nikmat di syurga. Kerana itu perlu belajar tentang syurga dan neraka, ia dapat membantu orang yang bernafsu mulhamah ini bermujahadah.

Dalam hatinya masih banyak sifat-sifat mazmumah, sifat keji. Dia sudah dapat mengenali penyakit yang ada dalam dirinya. Dia tahu dirinya ada sombong, riak, pemarah, dendam, hasad dengki. Cuma tidak mampu lawan. Belum cukup kekuatan. Dalam pada itu, dia cuba beribadah dengan sabar.

Bagaimana hendak melawan penyakit hati yang ada dalam orang yang berada di peringkat nafsu mulhamah ini? Oleh kerana ia didorong oleh nafsu dan syaitan, kenalah amalkan zikir-zikir dan wirid-wirid tertentu, sebab syaitan dan nafsu hanya takut pada tuannya saja iaitu Allah SWT. Bila kita sentiasa berwirid dan berzikir, baru dapat merasai Allah sentiasa melihat kita. Boleh juga banyakkan membaca Al Quran.

Bila penyakit-penyakit hati, segala sifat mazmumah yang terkeji itu sudah tiada lagi, barulah Allah datangkan satu rasa kemanisan dalam hatinya dalam beribadah juga berbuat baik, dan akan timbul rasa benci dengan kejahatan. Itu petanda dia telah meningkat ke taraf nafsu yang lebih baik lagi iaitu nafsu Muthmainnah, atau nafsu yang tenang.

Nafsu Muthmainnah

Orang yang memiliki nafsu muthmainnah, Allah ceritakan sifatnya dalam Al Quran:

“Wahai jiwa yang tenang (muthmainnah), kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang redha (kepada Allah) dan diredhai (oleh Allah), maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam Syurga-Ku.” [Al Fajr : 27-30]

Hamba Allah yang sebenarnya ialah mereka yang telah sampai kepada nafsu muthmainnah. Allah iktiraf mereka sebagai hambaNya. Sebelum itupun hamba juga. Cuma hamba yang menyembah Allah kerana dipaksa, bukan atas dasar keredhaan. Hamba Allah yang sebenar, mereka redha dengan Allah, dan Allah juga redha kepada mereka, kerana itulah mereka ini dijemput Allah untuk masuk ke syurga. Nafsu muthmainnah inilah nafsu ahli syurga.

Mari kita kenali, bagaimana sifat orang-orang yang mencapai nafsu muthmainnah ini? Iaitu bila dia buat amal kebajikan rasa sejuk hatinya, tenang dan puas. Selalu rasa rindu nak buat kebajikan, mereka senantiasa menunggu waktu untuk beribadah kepada Allah. Kerana itu mereka sanggup bangun awal di tengah malam, ternanti-nanti waktu Subuh. Ternanti-nanti saat pertemuan dengan Allah. Sementara menanti itu mereka isi waktu itu dengan zikir dan solat sunat dengan rela, sungguh rela, bukan terpaksa.

Hati mereka senantiasa rindu dengan Allah, bila dia baca ayat Allah yang ada kaitannya dengan neraka, dia rasa takut, cemas, hingga ada yang pengsan, kadang-kadang ada yang mati. Mereka takut dengan dosa, seolah-olah gunung akan menimpa kepalanya. Bila berkorban di jalan Allah berhabis-habisan, baru rasa puas hatinya. Senantiasa rasa cemas dengan maksiat dan cuba cegah habis-habisan.

Mereka yang mencapai muthmainnah ini, ia akan bersabar dengan ujian dari Allah kepada dirinya. Doanya mustajab, Allah cepat kabulkan, rezekinya terjamin, dijamin oleh Allah. Bila selalu diuji dia sabar, akhirnya ia sudah boleh redha dengan ujian. Hasil dari kesabaran dan keredhaan dalam hatinya, maka ia akan meningkat kepada nafsu yang kelima iaitu nafsu Rodhiah.

Kalau boleh sampai ke tahap muthmainnah inipun sudah cukup, sudah dikira dalam golongan bertaqwa. Sudah Allah sahkan sebagai hambaNya yang dijemput ke syurga, apatah lagi jika dapat mencapai tahap nafsu yang lebih baik, iaitu nafsu Rodhiah.

Setakat ilmunya bolehlah cerita, untuk mencapainya kenalah minta tolong dengan Allah saja, moga disampaikan ketahap itu. Kerana ini peringkat nafsu yang dimiliki para wali-wali Allah, orang yang sangat hampir dengan Allah.

Nafsu Rodhiah

Pernahkah dengar, ada orang yang kematian anak, mengucap syukur kepada Allah, berkata Alhamdulillah. Pernahkah kita dengar ada orang yang tidak terpilih ke medan perang, menangis dan bersedih?

Biasanya jika orang kematian anak, pastilah menangis. Begitu juga kalau tidak terpilih ke medan perang, patutnya gembira, kerana masih boleh tinggal bersenang lenang dengan keluarga.

Tetapi, itulah sifat orang yang telah mencapai tahap nafsu rodhiah. Mereka redha terhadap apa yang Tuhan redha, terhadap apa yang berlaku dalam hidup mereka.

Pernah terjadi dalam sejarah, seorang ibu bila orang membawa berita tentang anaknya yang gugur di medan jihad, dia rasa gembira, kerana Allah telah pilih anak-anaknya menjadi ahli syurga. Anak yang syahid itu boleh memberi syafaat kepadanya di akhirat nanti. Begitu jauh pandangan mereka tentang akhirat, kerana itu mereka boleh redha dengan ketentuan Allah SWT.

Di segi amalan, walau sekecil-kecil tentang larangan, ia akan tinggalkan sungguh-sungguh, bagi dia apa yang makruh, dia anggap macam haram, yang sunat dia anggap macam wajib. Kalau tidak buat yang sunat seolah-olah rasa berdosa.

Mereka, dalam beribadah kepada Allah, khususnya Al Quran, bukan sekadar sedap membaca, bahkan sedap beramal. Sudah terasa lazat dalam beribadah. Akhlak mereka terpuji di sisi Allah.

Mereka mampu memberi maaf ketika berkuasa. Satu peristiwa, sahabat Rasulullah yang memiliki hamba, suatu hari hambanya membawa dulang yang berisi daging kambing, tiba-tiba pisau yang terletak di atas dulang terjatuh di kepala anaknya yang sedang merangkak dan terus mati. Dalam keadaan demikian hamba tadi merasa takut, maka kata sahabat tadi, “Bertenanglah kamu, anak itu Allah punya, Allah ambil balik, maka pada hari ini aku memerdekakan kamu.”

Tiada siapa yang boleh berbuat demikian kecuali mereka yang memiliki nafsu rodhiah. Mereka akan rasa menderita bila sahabat terjerumus kepada dosa. Mereka akan doakan khusus untuk sahabatnya di malam hari agar terselamat dari maksiat.

Mereka juga banyak mendapat pertolongan dari Allah, di antaranya firasat yang Allah berikan, mereka mudah kenal dengan orang yang berbuat maksiat atau tidak. Mereka mudah untuk memimpin masyarakat, sebab dia kenal sifat-sifat hati. Orang yang dia didik nasihat-nasihatnya tepat. Mereka ini, jika dihalau dari masyarakat oleh pemerintah, tunggulah bala Allah akan turun. Banyak lahir karamah-karamah dari mereka, mulutnya masin apa yang disebut insya Allah akan terjadi.

Memang amat payah kita mencapai tahap mereka itu, tetapi kita tetap disuruh berusaha ke arah itu, kerana itulah hakikat ajaran Islam yang sebenar. Mintalah kepada Allah.

Nafsu Mardhiah

Jika nafsu mardhiah, sudah tentu lebih hebat lagi. Orang yang berada di peringkat nafsu ini ialah apa saja yang mereka lakukan mendapat keredhaan Allah. Allah redha dengan apa saja yang mereka buat. Mereka inilah yang disebut dalam Hadis Qudsi: “Mereka melihat dengan pandangan Allah, mendengar dengan pendengaran Allah, berkata-kata dengan kata-kata Allah.” Kata-kata mereka masin, sebab itu mereka cukup menjaga tutur kata. Kalaulah mereka mengatakan celaka, maka celakalah. Kerana kata-kata mereka, kata-kata yang diredhai Tuhan. Mereka memandang besar apa saja yang Allah lakukan.

Nafsu Kamilah

Yang akhir sekali, nafsu kamilah iaitu nafsu yang paling sempurna di sisi Allah. Amat dikasihi oleh Allah. Manusia biasa tidak mampu sampai ke maqam ini. Kamilah hanya darjat untuk para rasul dan para nabi. Manusia biasa hanya sekadar peringkat keenam saja iaitu mardhiah. Ini sudah bertaraf wali besar.

Itulah 7 peringkat nafsu manusia. Jadi orang yang hendak mendidik manusia mesti faham peringkat-peringkat nafsu ini. Kemudian perlu faham bagaimana pula hendak mendidik setiap peringkat-peringkat nafsu tersebut supaya manusia menjadi manusia yang benar-benar hamba Allah.

Hari ini nafsu sudah tidak diperangi dan tidak dianggap musuh yang wajib diperangi. Sebab itu, tanyalah ulama mana sekalipun, tidak ada seorang pun yang memasukkan pendidikan nafsu dalam sukatan pelajaran. Yang banyak diceritakan suruh kawal nafsu. Di bulan Ramadhan disuruh kawal nafsu makan agar jangan berlebihan, atau kawal nafsu seks di siang hari, takut terlajak. Itu sahaja yang dicerita dalam tazkirah-tazkirah Ramadhan. Jarang kita dengar alim ulama cerita, nafsulah yang membawa masalah dalam kehidupan seharian.

Mungkin kita tertanya-tanya, mengapa nafsu sahaja yang saya ceritakan? Bagaimana Syaitan? Kedua-duanya, nafsu dan syaitan Allah tetapkan sebagai jahat dan musuh, tetapi dalam nisbah 1:3. 1 untuk syaitan, 3 untuk nafsu. Maknanya kejahatan nafsu 3 kali lebih dari syaitan. Sebab itu di bulan Ramadhan yang syaitan dibelenggu, tetap banyak kes-kes maksiat dan jenayah.

Nafsu adalah musuh dalam diri. Bahkan ia sebahagian daripada diri manusia. Ia adalah jismul latif (jisim yang tidak dapat dilihat). Ia sebahagian daripada badan tetapi ia perlu dibuang. Jika tidak dibuang ia musuh, hendak dibuang ia sebahagian daripada diri. Oleh kerana itu sangat sulit untuk melawan hawa nafsu. Nafsu adalah jalan atau highway bagi syaitan. Ini diterangkan oleh hadis Rasulullah yang maksudnya.

“Sesungguhnya syaitan itu bergerak mengikuti aliran darah, maka persempitkan jalan syaitan melalui lapar dan dahaga.”

Ini menunjukkan syaitan dapat dilawan dengan melawan hawa nafsu secara mengurangi makan atau berpuasa. Jika nafsu tidak terdidik, jalan syaitan adalah besar. Syaitan dapat lorong (peluang) yang amat luas untuk merosak manusia jika nafsu tidak terdidik.

Menghalau atau mengalahkan syaitan tidak dapat ditiup atau dijampi-jampi. Tetapi didiklah hawa nafsu, nescaya syaitan akan sukar untuk mempengaruhi diri. Jika nafsu terdidik, jalan syaitan akan terputus.

Yang boleh dijampi dengan ayat-ayat Quran ini ialah bila syaitan merosak jasad lahir manusia. Jika ini terjadi, syaitan boleh dilawan dengan ayat Kursi, surah An Naas atau lain-lain. Memang ada nas yang menyatakan demikian.

Tetapi jika syaitan merosak hati, jampi-jampi itu tidak dapat digunakan lagi tetapi hendaknya didiklah hawa nafsu. Sedangkan bila hati rosak, rosaklah seluruh anggota badan. Oleh kerana itu, pada syaitan tidak usah ambil pusing sangat tetapi didiklah nafsu, bermujahadahlah. Jika nafsu tidak terdidik maka mudahlah jalan syaitan mempengaruhi kita. Oleh kerana itu perangilah nafsu nescaya secara automatik akan terhindarlah dari syaitan.